It is about free pages, Free stuff, Free image hostings, best links, most found links for share.

KERUSAKAN HUTAN DI SUMATERA UTARA: MEMBIDIK SIAPA YANG MERUSAK DAN BERPERAN DALAM USAHA PELESTARIANNYA

ADSENSE HERE!
Kalau hutan digundul terus, tentu gundulan itu memberikan keuntungan dari kayu-kayu yang ditebang. Kemana saja keuntungan itu pergi dan siapa memperoleh faedahnya menjadi kaya raya dan kehidupan siapa yang terancam menjadi miskin melarat?

Sumatera Utara, Propinsi yang terletak diantara 1°-4° lintang utara dan 98°-100° bujur timur, merupakan wilayah yang berbatasan di sebelah utara dengan Propinsi NAD, di sebelah timur dengan Selat Malaka, di sebelah selatan dengan Propinsi Riau dan Propinsi Sumatera Barat, dan di sebelah barat dengan Samudera Indonesia. Wilayah Propinsi Sumatera Utara mencakup areal seluas 71.680 kilometer persegi. Lahan di wilayah Propinsi Sumatera Utara meliputi areal hutan seluas 26.737 kilometer persegi atau 37,3 persen dari total keseluruhan luas daratannya.

Kerusakan Hutan Di Sumatera Utara Mencapai Puncaknya

Hamparan tepi sebagian pantai di Sumatera Utara yang dahulunya sebagai dikenal luas sebagai hutan bakau, kini menjadi hamparan tepi pantai yang luas terbentang. Akibat ulah manusia, hutan bakau menjadi gundul.  Perbincangan tentang kerusakan kawasan hutan bakau di Sumatera Utara yang sudah mencapai puncaknya bukan lagi sekadar isu maupun wacana yang perlu diperlu diperbincangkan dalam sebuah diskursus dan disajikan dalam bentuk makalah yang selengkap-lengkapnya. Namun topik kerusakan hutan bakau sudah menjadi bahasan khusus dan serius di tingkat nasional bahkan internasional, karena Sumatera Utara merupakan bagian penting dari eksistensi Indonesia yang dijuluki sebagai “Paru-paru” dunia.

Hutan di Sumut termasuk kawasan bakau menjadi bagian dalam program penyelamatan dunia dari ancaman pemanasan global. Keseriusan rusaknya kawasan hutan yang menjadi penyangga alam membuat pemerintah menggencarkan program pembangunan berbasis ramah lingkungan. Program penanaman semiliar pohon pun digemakan dengan tujuan menyelamatkan alam dari tingkat kerusakan yang mungkin akan lebih parah dari ini sebelumnya.

Kawasan Hutan Bakau di Sumut Tidak Lagi Memprihatinkan

Kawasan hutan bakau di Sumut tidak lagi memprihatinkan, tetapi malah lebih dari itu, yaitu kondisinya yang sangat mengenaskan. Sekira 75 persen dari total 170 ribu hektar hutan bakau, kini sedang kritis akibat aksi-aksi tangan jahil manusia tidak bertanggung jawab. Tidak saja perambahan, koversi lahan dari kawasan hutan bakau menjadi kebun kelapa sawit menjadi penyebab utama rusaknya hutan bakau yang sudah. Padahal, fungsi hutan bakau sangat membantu menjaga kelestarian alam di kawasan pesisir mengingat multifungsinya juga dapat membantu meningkatkan angka pendapatan masyarakat lewat pemberdayaan hutan bakau itu sendiri. Mirisnya melihat kondisi ini memang dapat digambarkan dengan istilah “Nasi sudah menjadi bubur.”

Pemerintah Tidak Memiliki Ketegasan Dalam Kerusakan Hutan

Banyak sekali aktivis lingkungan yang juga sudah lama bergelut dalam pelestarian hutan menilai, kerusakan kawasan hutan bakau lebih tertumpu akibat ketidaktegasan dan lambatnya pemerintah dalam memberantas perambahan dan perusakan. Pemerintah dinilai hanya menampilkan model dan gaya pemberantasan secara formalitas saja, tetapi tidak menyentuh ke akar masalah sebenarnya.

Masyarakat Sumut Juga Membuat Kerusakan?

Kerusakan hutan bakau di wilayah pesisir pantai Sumut juga disebabkan perambahan yang dilakukan kelompok kecil dari masyarakat baik secara invidu maupun kelompok tertentu. Meskipun demikian, aksi perambahan yang dilakukan masyarakat sebenarnya terjadi dalam skala kecil dan tidak sebanding dengan perambahan dan pengalihan fungsi hutan bakau menjadi tambak serta kebun kelapa sawit oleh ‘mafia-mafia’ kelas atas. Posisi masyarakat kecil hanyalah ibarat debu, jika dihembus bakalan berserakan juga kemana-mana. Akar masalah perusakan sebenarnya ini dilakukan ‘mafia-mafia’ besar yang berduit dan berkuasa dan mampu membeli kekuasaan. Bila sahabat-sahabat bumi telaah, areal perusakan yang dilakukan masyarakat kecil sangat jauh berbanding dengan pengusaha-pengusaha pemilik dan pembeli kekuasaan. Berapa banyak hutan bakau yang dirusak dan dialihkan dengan tanaman kelapa sawit oleh pengusaha besar yang sampai kini tidak tersentuh apalagi terjerat hukum? Sementara masyarakat kecil yang hanya menebang sekadar untuk makan sesuap nasi serta kayu bakar, hukum tegak seperti tiang menjulang ke angkasa dan mata pisau memotong tajam. Apakah kita tidak miris melihat kondisi seperti ini? Mari kita renungkan bersama. Lalu suarakan bersama “Ini adalah bukti ketidakadilan”. Seperti contohnya, Kenapa pengusaha-pengusaha besar tidak tersentuh sama sekali dengan kasus yang menjerat mereka (kasus illegal logging, dsb)? tetapi kalau pelakunya masyarakat kecil saja seperti kita, hukumannya mudah jatuh dan lebih berat dari mereka. Semestinya, hukum itu berdiri tegak sama tinggi, duduk sama rendah dan tidak ada pembedaan”. Siapa yang setuju berikan komentarnya nanti.

Permainan Pemerintahan

Kita boleh saja heran, mengapa banyaknya pengusaha ‘kelas kakap’ yang merusak hutan bakau justru tidak tersentuh hukum, sekalipun ada areal lajur hijau bisa menjadi milik pribadi dengan surat sertifikat. Fakta ini menujukkan bahwa ada ‘permainan’ antarpetinggi pemerintahan atau pihak berwenang dengan pengusaha-pengusaha berduit sehingga lajur hijau yang semestinya milik negara bisa dialihkan kepemilikannya kepada pribadi yang pastinya punya banyak duit. Masuk akal bukan sahabat bumi? Sekadar himbauan yang baik dari saya agar pemerintah dan pejabat berwenang untuk mengusut kasus ini jika punya keinginan untuk menuntaskan dan memberantas perusakan hutan bakau yang sudah merajalela. Jangan sampai ketidaktegasan pihak berwenang dalam memberantas perusakan hutan bakau malah menimbulkan amukan, protes keras dan aksi massa secara besar-besaran.

Kearifan Lokal: Bidik Siapa Yang Turut Berperan Dalam Pelestarian Hutan

Sampai saat ini, hutan bakau masih tetap dipertahankan dan dilestarikan dengan cara menanam pohon di daerah pantai yang kelihatan tandus oleh sebagian kaum nelayan yang ada di kota dan kabupaten di Sumut salah satunya di Kabupaten Deli Serdang dan Kota Tebing Tinggi. Penanaman pohon bakau yang ditanam difungsikan untuk penahan abrasi di lepas pantai di wilayah mereka yang bisa dinilai cukup luas dan mengembalikan fungsi hutan bakau di daerah mereka kembali yang sudah mengalami banyak kerusakan. Perlunya penanaman pohon bakau itu, karena sebahagian hutan bakau sudah banyak yang berubah fungsi dan dijadikan areal kebun sawit dan tambak ikan dan udang. Pemerintah seharusnya memberikan apresiasi kepada para nelayan yang masih memiliki kesadaran untuk melestarikan hutan. Karena ini adalah salah satu bentuk kepedulian yang cukup tinggi dari kaum nelayan untuk melestarikan hutan bakau yang tandus nan rusak.

Siapa lagi yang harus bertanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan hutan, kalau bukan nelayan dan masyarakat termasuk kita di dalamnya sahabat-sahabat bumi. Ayo, yang melestarikan hutan bukan hanya masyarakat Sumatera Utara saja, tetapi kita semua, manusia di seluruh permukaan bumi.

Let’s Stand Up, Speak Up, and Take Action. Let’s Save Our Environment, Our Forests.

*Tragedi besar adalah ketidakpedulian

Teks oleh: Abdul Aziz (sahabat kompasiana)


Halaman Orisinil disini

ADSENSE HERE!

No comments:

Post a Comment

Copyright © About Much Link Found in This Blogspot. All rights reserved. Template by CB